MANIFESTO, JAKARTA– Juara bertahan Novak Djokovic sukses menyingkirkan petenis Kanada Denis Shapovalov demi mengamankan tiket final ketujuhnya di Wimbledon lewat kemenangan 7-6(3), 7-5, 7-5 di London, Jumat 9 Juli 2021.
Petenis berusia 34 tahun asal Serbia itu akan bertemu dengan petenis Italia Matteo Berrettini di final pada Ahad 11 Juli 2021.
Hasil itu sekaligus memupuskan harapan Shapovalov unggulan ke-10 yang berupaya menjadi petenis kedua dari Kanada yang mencapai final Wimbledon. Shapovalov melancarkan 40 pukulan winner tetapi manakala Djokovic mendapati dirinya dalam bahaya, ia mampu bertahan. Djokovic menyelamatkan 10 dari 11 break point yang ia hadapi dan membuat hanya 15 unforced error. Aksinya ini menjaga asa mengejar titel Grand Slam ke-20, menyamai rekor Roger Federer dan Rafael Nadal.
Djokovic memenangi set pembuka meski Shapovalov serve ketika kedudukan 5-4. Ia kemudian menyelamatkan sejumlah break point di set kedua saat sang lawan mengerahkan segala upaya untuk menundukkan peraih lima titel di All England Club itu.
Kendati di set ketiga Shapovalov terus melancarkan pukulan keras tetapi tembakannya dimentahkan saat Djokovic mengklaim salah satu kemenangan straigth set terberat dalam karier Wimbledonnya. Shapovalov meninggalkan lapangan dengan berurai air mata tetapi ia telah memperlihatkan kemampuannya yang menandakan ia siap jadi penantang pada turnamen-turnamen besar di dunia tenis.
“Saya tidak merasa skor itu cukup mencerminkan performa atau pertandingan ini,” kata Djokovic seperti dikutip AFP. “Dia (Shapovalov) melakukan serve untuk set pertama dan mungkin pemain yang lebih baik. Saya akan memberinya tepuk tangan meriah untuk semuanya yang telah dia lakukan hari ini dan juga dua pekan ini. Kita akan sering melihat dia di masa depan, dia adalah pemain luar biasa.”
Apabila meraih titel di Wimbledon, Djokovic tinggal butuh kemenangan di US Open untuk menjadi petenis ketiga dalam sejarah, dan pertama sejak 1969, yang melengkapi kalender Grand Slam.
Djokovic juga memiliki peluang melengkapi Golden Slam apabila ia menang di Olimpiade nanti. “Saya mencoba memaksimalkan kemampuan saya di setiap pertandingan dan melihat apa yang terjadi,” kata Djokovic.
“Di tahap karier saya sekarang, Grand Slam adalah segalanya dan saya merasa sangat terhormat membuat sejarah di olahraga yang sangat saya cintai ini.”
Shapovalov yang bermain kidal tak menunjukkan tanda-tanda gugup kendati tampil di semifinal pertama Grand Slamnya dan dengan bekal rekor 0-6 melawan petenis nomor satu dunia itu. Mengandalkan backhand dan forehand ke garis, dia mendominasi set pertama setelah membuat break di gim ketiga dan serve untuk ketika 5-4. Ia hampir mengunci set pembuka tapi sayangnya ia tak terlalu memiliki naluri seperti seorang juara Grand Slam.
Sejumlah groundstroke yang lemah memungkinkan Djokovic menyamakan kedudukan dan mengambil alih tiebreak setelah memenangi reli baseline dengan skor 4-2. Shapovalov mengakhiri set tersebut dengan double fault.
Shapovalov gagal mengambil lima break point di set kedua dan Djokovic membalas. Dia membuat break untuk 6-5 berkat double fault dan mengamankan set tersebut sebelum sang petenis Kanada melampiaskan kekesalannya kepada wasit dan melabeli sang ofisial sebagai “lelucon”.
Djokovic menunjukkan pertahanan khasnya untuk menangkis empat break point lagi di gim kedua set ketiga. Sekali lagi, dia membuat pemain kidal Kanada itu membayar dengan melakukan break untuk 6-5 dan melakukan servis pada gim berikutnya.
“Novak orang yang luar biasa… Ia mendatangi saya di ruang loker, dia berbicara sejumlah kata. Bagi saya itu sangat berarti. Dia tak perlu melakukan itu sebenarnya,” kata Shapovalov.
Sumber; Republika