MANIFESTO, JAKARTA– Partai Demokrat berada di ambang kehancuran pasca pelaksanaan Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat 5 Maret 2021. Bahkan, jika negara mengakui hasil KLB itu maka pertanda longceng kematian bagi partai yang dibesarkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.
Pengamat politik Saiful Mujani menilai nasib Partai Demokrat kini berada di tangan Menkumham Yasonna Laoly. Jika Yasonna mengeluarkan SK kepengurusan untuk Moeldoko hasil KLB, maka kepengurusan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) akan sulit mengikuti Pemilu 2024.
“Selanjutnya tergantung negara, lewat Menkumham dari PDIP, Yasona, mengakui hasil KLB itu atau tidak. Kalau mengakui, dan membatalkan kepengurusan PD AHY, lonceng kematian PD makin kencang,” kata Mujani dikutip dari CNNIndonesia.com, Sabtu 6 Maret 2021.
Mujani berpendapat demikian lantaran kisruh di Demokrat berpotensi memakan waktu panjang jika Yasonna mengakui kepengurusan Moeldoko.
Andai Yasonna mengeluarkan SK Kepengurusan untuk Moeldoko, Mujani mengatakan AHY bisa menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Biasanya, kata Mujani, proses hukum kepengurusan partai baru bisa selesai di tahap Mahkamah Agung.
“Berarti itu bisa makan waktu lama, bisa sampai melewati deadline daftar pemilu 2024,” kata Mujani.
Diketahui, persiapan Pemilu 2024 diprediksi akan dimulai 2022. Mulai dari pendaftaran partai politik hingga verifikasi oleh KPU hingga ditetapkan sebagai peserta pemilu.
Andai pemerintah, dalam hal ini Yasonna mengakui Moeldoko sebagai ketua umum Demokrat yang sah, Mujani pesimis partai berlambang mercy itu melaju ke arah yang lebih baik.
Dia mengatakan bahwa Demokrat berjaya berkat kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Mengenai figur Moeldoko, dia ragu bisa mencapai kegemilangan serupa atau lebih baik.
“Moeldoko bisa gantikan itu? Seperti mantan jenderal lainnya mimpin partai, KSP ini tak lebih dari Sutiyoso, Hendro, Edi Sudrajat, yang gagal membesarkan partai,” katanya.
“Akibatnya, 2024 Demokrat bisa menjadi seperti Hanura sekarang, yang hilang di parlemen setelah Wiranto tak lagi mimpin partai itu,” lanjutnya.
Jika demikian, Mujani menilai manuver Moeldoko hanya membunuh Partai Demokrat. Implikasi buruknya yakni citra pemerintahan Jokowi menjadi tercoreng terutama mengenai aspek demokrasi.
“Demokrat mati di tangan seorang pejabat negara. backsliding demokrasi Indonesia makin dalam, dan ini terjadi di bawah Jokowi yang ironisnya ia justru jadi presiden karena demokrasi,” ucap Mujani.
Mujani menegaskan bahwa Jokowi memiliki wewenang untuk menghentikan kemerosotan demokrasi yang diakibatkan maneuver Moeldoko mengambilalih paksa kepengurusan Demokrat. Semuanya kembali lagi kepada Jokowi selaku kepala negara dan kepala pemerintahan.
“Presiden punya wewenang lebih dari cukup untuk menghentikan kemerosotan demokrasi ini. Tapi ini sebagian tergantung pada komitmen presiden u demokrasi,” katanya.
Sebelumnya, AHY sudah meminta kepada pemerintah terutama Menkumham Yasonna Laoly untuk tidak memberikan legitimasi hukum kepada kepengurusan hasil Kongres Luar Biasa di Deli Serdang. AHY menegaskan bahwa KLB ilegal dan inkonstitusional lantaran tak sesuai dengan AD/ART partai.
“Saya minta dengan hormat kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk tidak memberikan legitimasi kepada KLB Ilegal,” kata AHY dalam jumpa pers, Jumat 5 Maret 2021.
Editor: Azhar